purchase books written by me.

purchase books written by me.
Price : Rp. 30.000,- or US$ 8.88

Wednesday, April 3, 2013

Los Felidas Story

Los Felidas Story

Los Felidas adalah nama sebuah jalan di ibu kota
sebuah
negara di Amerika Selatan, yang terletak di kawasan
terkumuh diseluruh kota .

Ada sebuah kisah yang menyebabkan jalan itu begitu
dikenang
orang, dan itu dimulai dari kisah seorang pengemis
wanita
yang juga ibu seorang gadis kecil.

Tidak seorangpun yang tahu nama aslinya, tapi
beberapa
orang tahu sedikit masa lalunya, yaitu bahwa ia
bukan
penduduk asli disitu, melainkan dibawa oleh suaminya
dari
kampung halamannya.

Seperti kebanyakan kota besar di dunia ini,
kehidupan
masyarakat kota terlalu berat untuk mereka, dan
belum
setahun mereka di kota itu, mereka kehabisan seluruh
uangnya, dan pada suatu pagi mereka sadar bahwa
mereka
tidak tahu dimana mereka tidur malam nanti dan tidak
sepeserpun uang ada dikantong.

Padahal mereka sedang menggendong bayi mereka yang
berumur
1 tahun. Dalam keadaan panik dan putus asa, mereka
berjalan
dari satu jalan ke jalan lainnya, dan akhirnya tiba
di
sebuah jalan sepi dimana puing-puing sebuah toko
seperti
memberi mereka sedikit tempat untuk berteduh.

Saat itu angin Desember bertiup kencang, membawa
titik-titik air yang dingin. Ketika mereka
beristirahat
dibawah atap toko itu, sang suami berkata: "Saya
harus
meninggalkan kalian sekarang. Saya harus mendapatkan
pekerjaan, apapun, kalau tidak malam nanti kita akan
tidur
disini."
Setelah mencium bayinya ia pergi. Dan ia tidak
pernah
kembali.

Tak seorangpun yang tahu pasti kemana pria itu
pergi, tapi
beberapa orang seperti melihatnya menumpang kapal
yang
menuju ke Afrika.
Selama beberapa hari berikutnya sang ibu yang malang
terus
menunggu kedatangan suami nya, dan bila malam tidur
di
emperan toko itu.

Pada hari ketiga, ketika mereka sudah kehabisan
susu,orang-orang yang lewat mulai memberi mereka
uang
kecil, dan jadilah mereka pengemis di sana selama 6
bulan
berikutnya.
Pada suatu hari, tergerak oleh semangat untuk
mendapatkan
kehidupan yang lebih baik, ibu itu bangkit dan
memutuskan
untuk bekerja.

Masalahnya adalah di mana ia harus menitipkan
anaknya, yang
kini sudah hampir 2 tahun, dan tampak amat cantik
jelita.
Tampaknya tidak ada jalan lain kecuali meninggalkan
anak
itu disitu dan berharap agar nasib tidak memperburuk
keadaan mereka.
Suatu pagi ia berpesan pada anak gadisnya, agar ia
tidak
kemana-mana, tidak ikut siapapun yang mengajaknya
pergi
atau menawarkan gula-gula.

Pendek kata, gadis kecil itu tidak boleh berhubungan
dengan
siapapun selama ibunya tidak ditempat.

"Dalam beberapa hari mama akan mendapatkan cukup
uang
untuk menyewa kamar kecil yang berpintu, dan kita
tidak
lagi tidur dengan angin di rambut kita".
Gadis itu mematuhi pesan ibunya dengan penuh
kesungguhan.
Maka sang ibu mengatur kotak kardus dimana mereka
tinggal
selama 7 bulan agar tampak kosong, dan membaringkan
anak
nya dengan hati-hati di dalamnya.
Di sebelahnya ia meletakkan sepotong roti.
Kemudian, dengan mata basah ibu itu menuju kepabrik
sepatu,
di mana ia bekerja sebagai pemotong kulit.
Begitu lah kehidupan mereka selama beberapa hari,
hingga di
kantong sang Ibu kini terdapat cukup uang untuk
menyewa
sebuah kamar berpintu di daerah kumuh.
Dengan suka cita ia menuju ke penginapan orang-orang
miskin
itu, dan membayar uang muka sewa kamarnya. Tapi
siang itu
juga sepasang suami istri pengemis yang moralnya
amat
rendah menculik gadis cilik itu dengan paksa, dan
membawanya sejauh 300 kilometer ke pusat kota ..

Di situ mereka mendandani gadis cilik itu dengan
baju baru,
membedaki wajahnya, menyisir rambutnya dan
membawanya ke
sebuah rumah mewah
dipusat kota .
Di situ gadis cilik itu dijual. Pembelinya adalah
pasangan
suami istri dokter yang kaya, yang tidak pernah bisa
punya
anak sendiri walaupun mereka telah menikah selama 18
tahun.

Mereka memberi nama anak gadis itu Serrafona, dan
mereka
memanjakannya dengan amat sangat. Di tengah-tengah
kemewahan istana itulah gadis kecil itu tumbuh
dewasa. Ia
belajar kebiasaan-kebiasaan orang terpelajar seperti
merangkai bunga, menulis puisi dan bermain piano.Ia
bergabung dengan kalangan-kalangan kelas atas, dan
mengendarai Mercedes Benz kemanapun ia pergi.

Satu hal yang baru terjadi menyusul hal lainnya,dan
bumi
terus berputar tanpa kenal istirahat.

Pada umurnya yang ke-24, Serrafona dikenal sebagai
anak
gadis Gubernur yang amat jelita, yang pandai bermain
piano,
yang aktif di gereja, dan yang sedang menyelesaikan
gelar
dokternya. Ia adalah figur gadis yang menjadi impian
tiap
pemuda, tapi cintanya direbut oleh seorang dokter
muda yang
welas asih, yang bernama Geraldo.

Setahun setelah perkimpoian mereka, ayahnya wafat,
dan
Serrafona beserta suaminya mewarisi beberapa
perusahaan dan
sebuah real-estate sebesar 14 hektar yang diisi
dengan taman
bunga dan istana yang paling megah di kota itu.

Menjelang hari ulang tahunnya yang ke-27, sesuatu
terjadi
yang merubah kehidupan wanita itu.

Pagi itu Serrafona sedang membersihkan kamar
mendiang
ayahnya yang sudah tidak pernah dipakai lagi, dan di
laci
meja kerja ayah nya ia melihat selembar foto seorang
anak
bayi yang digendong sepasang suami istri.
Selimut yang dipakai untuk menggendong bayi itu
lusuh, dan
bayi itu sendiri tampak tidak terurus, karena
walaupun
wajahnya dilapisi bedak tetapi rambutnya tetap
kusam.
Sesuatu ditelinga kiri bayi itu membuat jantungnya
berdegup
kencang.
Ia mengambil kaca pembesar dan mengkonsentrasikan
pandangannya pada telinga kiri itu. Kemudian ia
membuka
lemarinya sendiri, dan mengeluarkan sebuah kotak
kayu
mahoni.
Di dalam kotak yang berukiran indah itu dia
menyimpan
seluruh barang-barang pribadinya, dari kalung-kalung
berlian hingga surat-surat pribadi.
Tapi diantara benda-benda mewah itu terdapat sesuatu
terbungkus kapas kecil, sebentuk anting-anting
melingkar
yang amat sederhana, ringan dan bukan emas murni.

Ibunya almarhum memberinya benda itu sambil berpesan
untuk
tidak kehilangan benda itu. Ia sempat bertanya,
kalau itu
anting-anting, di mana satunya. Ibunya menjawab
bahwa hanya
itu yang ia punya. Serrafona menaruh anting-anting
itu didekat foto.

Sekali lagi ia mengerahkan seluruh kemampuan
melihatnya dan
perlahan-lahan air matanya berlinang . Kini tak ada
keragu-raguan lagi bahwa bayi itu adalah dirinya
sendiri.
Tapi kedua pria wanita yang menggendongnya, yang
tersenyum
dibuat-buat, belum penah dilihatnya sama sekali.
Foto itu seolah membuka pintu lebar-lebar pada
ruangan yang
selama ini mengungkungi pertanyaan-pertanya annya,
misalnya:
kenapa bentuk wajahnya berbeda dengan wajah kedua
orang
tuanya, kenapa ia tidak menuruni golongan darah
ayahnya.

Saat itulah, sepotong ingatan yang sudah seperempat
abad
terpendam, berkilat di benaknya, bayangan seorang
wanita
membelai kepalanya dan mendekapnya di dada. Di
ruangan itu
mendadak Serrafona merasakan betapa dinginnya
sekelilingnya
tetapi ia juga merasa betapa hangatnya
kasih sayang dan rasa aman yang dipancarkan dari
dada
wanita itu.

Ia seolah merasakan dan mendengar lewat dekapan itu
bahwa
daripada berpisah lebih baik mereka mati bersama.

Mata nya basah ketika ia keluar dari kamar dan
menghampiri
suaminya yang sedang membaca koran: "Geraldo, saya
adalah anak seorang pengemis, dan mungkinkah ibu
saya masih
ada di jalan sekarang setelah 25 tahun?"
Itu adalah awal dari kegiatan baru mereka mencari
masa
laluSerrafonna. Foto hitam-putih yang kabur itu
diperbanyak
puluhan ribu lembar dan disebar ke seluruh jaringan
kepolisian diseluruh negeri.

Sebagai anak satu-satunya dari bekas pejabat yang
cukup
berpengaruh di kota itu, Serrafonna mendapatkan
dukungan
dari seluruh kantor kearsipan, kantor surat kabar
dan
kantor catatan sipil.
Ia membentuk yayasan -yayasan untuk mendapatkan data
dari
seluruh panti-panti orang jompo dan
badan-badansosial di
seluruh negeri dan mencari data tentang seorang
wanita.

Bulan demi bulan lewat, tapi tak ada perkembangan
apapun
dari usahanya. Mencari seorang wanita yang mengemis
25 ahun yang lalu di negeri dengan populasi 90 juta
bukan sesuatu yang mudah.
Tapi Serrafona tidak punya pikiran untuk menyerah.
Dibantu suaminya yang begitu penuh pengertian,
mereka terus
menerus meningkatkan pencarian mereka. Kini, tiap
kali
bermobil, mereka sengaja memilih daerah-daerah
kumuh,
sekedar untuk lebih akrab dengan nasib baik.

Terkadang ia berharap agar ibunya sudah almarhum
sehingga
ia tidak terlalu menanggung dosa mengabaikannya
selama
seperempat abad.
Tetapi ia tahu, entah bagaimana, bahwa ibunya masih
ada,
dan sedang menantinya sekarang. Ia memberitahu
suaminya
keyakinan itu berkali-kali, dan suaminya
mengangguk-angguk
penuh pengertian.

Pagi, siang dan sore ia berdoa: "Tuhan, ijinkan saya
untuk satu permintaan terbesar dalam hidup saya:
temukan
saya dengan ibu saya".

Tuhan mendengarkan doa itu. Suatu sore mereka
menerimakabar
bahwa ada seorang wanita yang mungkin bisa membantu
mereka
menemukan ibunya. Tanpa membuang waktu, mereka
terbang ke
tempat itu, sebuah rumah kumuh di daerah lampu
merah, 600
km dari kota mereka.

Sekali melihat, mereka tahu bahwa wanita yang
separoh buta
itu, yang kini terbaring sekarat, adalah wanita di
dalam
foto.
Dengan suara putus-putus, wanita itu mengakui bahwa
ia
memang pernah mencuri seorang gadis kecil ditepi
jalan,
sekitar 25 tahun yang lalu.

Tidak banyak yang diingatnya, tapi diluar dugaan ia
masih
ingat kota dan bahkan potongan jalan dimana ia
mengincar
gadis kecil itu dan kemudian menculiknya. Serrafona
memberi
anak perempuan yang menjaga wanita itu sejumlah
uang, dan
malam itu juga mereka mengunjungi kota dimana
Serrafonna
diculik.

Mereka tinggal di sebuah hotel mewah dan mengerahkan
orang-orang mereka untuk mencari nama jalan itu.
Semalaman
Serrafona tidak bisa tidur.
Untuk kesekian kalinya ia bertanya-tanya kenapa ia
begitu
yakin bahwa ibunya masih hidup sekarang, dan sedang
menunggunya, dan ia tetap tidak tahu jawabannya.

Dua hari lewat tanpa kabar. Pada hari ketiga, pukul
18:00
senja, mereka menerima telepon dari salah seorang
staff
mereka. "Tuhan maha kasih, Nyonya, kalau memang
Tuhan
mengijinkan, kami mungkin telah menemukan ibu
Nyonya. Hanya
cepat sedikit, waktunya mungkin tidak banyak lagi."

Mobil mereka memasuki sebuah jalanan yang sepi,
dipinggiran
kota yang kumuh dan banyak angin. Rumah-rumah di
sepanjang
jalan itu tua-tua dan kusam. Satu, dua anak kecil
tanpa
baju bermain-main ditepi jalan.

Dari jalanan pertama, mobil berbelok lagi kejalanan
yang
lebih kecil, kemudian masih belok lagi kejalanan
berikut
nya yang lebih kecil lagi.
Semakin lama mereka masuk dalam lingkungan yang
semakin
menunjukkan kemiskinan. Tubuh Serrrafona gemetar, ia
seolah
bisa mendengar panggilan itu. "Lekas, Serrafonna,
mama
menunggumu, sayang".

Ia mulai berdoa "Tuhan, beri saya setahun untuk
melayani mama. Saya akan melakukan apa saja".

Ketika mobil berbelok memasuki jalan yang lebih
kecil, dan
ia bisa membaui kemiskinan yang amat sangat, ia
berdoa:
"Tuhan beri saya sebulan saja".

Mobil belok lagi kejalanan yang lebih kecil, dan
angin yang
penuh derita bertiup, berebut masuk melewati celah
jendela
mobil yang terbuka. Ia mendengar lagi panggilan
mamanya ,
dan ia mulai
menangis: "Tuhan, kalau sebulan terlalu banyak,
cukup
beri kami seminggu untuk saling memanjakan ".

Ketika mereka masuk belokan terakhir, tubuhnya
menggigil
begitu hebat sehingga Geraldo memeluknya erat-erat.
Jalan
itu bernama Los Felidas.
Panjangnya sekitar 180 meter dan hanya kekumuhan
yang
tampak dari sisi ke sisi, dari ujung keujung. Di
tengah-tengah jalan itu, di depan puing-puing sebuah
toko,
tampak onggokan sampah dan kantong-kantong plastik,
dan
ditengah-tengahnya, terbaring seorang wanita tua
dengan
pakaian sehitam jelaga, tidak bergerak-gerak.

Mobil mereka berhenti diantara 4 mobil mewah lainnya
dan 3
mobil polisi. Di belakang mereka sebuah
ambulansberhenti,
diikuti empat mobil rumah sakit lain.
Dari kanan kiri muncul pengemis- pengemis yang
segera
memenuhi tempat itu.

"Belum bergerak dari tadi." lapor salah seorang.
Pandangan Serrafona gelap tapi ia menguatkan dirinya
untuk
meraih kesadarannya dan turun.
Suaminya dengan sigap sudah meloncat keluar, memburu
ibu
mertuanya.
"Serrafona, kemari cepat! Ibumu masih hidup, tapi
kau
harus menguatkan hatimu ."

Serrafona memandang tembok dihadapann ya, dan ingat
saat ia
menyandarkan kepalanya ke situ. Ia memandang lantai
di kaki
nya dan ingat ketika ia belajar berjalan.
Ia membaui bau jalanan yang busuk, tapi mengingatkan
nya
pada masa kecilnya. Air matanya mengalir keluar
ketika ia
melihat suaminya menyuntikkan sesuatu ke tangan
wanita yang
terbaring itu dan memberinya isyarat untuk mendekat.

"Tuhan, ia meminta dengan seluruh jiwa raganya,beri
kami sehari...... Tuhan, biarlah saya membiarkan mama
mendekap saya dan memberitahunya bahwa selama 25
tahun ini
hidup saya amat bahagia....Jadi mama tidak
menyia-nyia kan
saya".

Ia berlutut dan meraih kepala wanita itu kedadanya.
Wanita tua itu perlahan membuka matanya dan
memandang
keliling, ke arah kerumunan orang-orang berbaju
mewah dan
perlente, ke arah mobil-mobil yang mengkilat dan ke
arah
wajah penuh air mata yang tampak seperti wajahnya
sendiri
ketika ia masih muda.

"Mama.. ..", ia mendengar suara itu, dan ia tahu
bahwa apa yang ditunggunya tiap malam - antara waras
dan
tidak - dan tiap hari - antara sadar dan tidak -
kini
menjadi kenyataan.
Ia tersenyum, dan dengan seluruh kekuatann ya
menarik lagi
jiwanya yang akan lepas.

Perlahan ia membuka genggaman tangann ya, tampak
sebentuk
anting-anting yang sudah menghitam.
Serrafona mengangguk, dan tanpa perduli
sekelilingnya ia
berbaring di atas jalanan itu dan merebahkan
kepalanya di
dada mamanya.

"Mama, saya tinggal di istana dan makan enak tiap
hari. Mama jangan pergi dulu. Apapun yang mama mau
bisa
kita lakukan bersama-sama.
Mama ingin makan, ingin tidur, ingin bertamasya,
apapun
bisa kita bicarakan. Mama jangan pergi dulu...
Mama..."

Ketika telinganya menangkap detak jantung yang
melemah, ia
berdoa lagi kepada Tuhan: "Tuhan maha pengasih dan
pemberi, Tuhan..... satu jam saja.... ...satu jam
saja....."

Tapi dada yang didengarnya kini sunyi, sesunyi senja
dan
puluhan orang yang membisu. Hanya senyum itu, yang
menandakan bahwa penantiannya selama seperempat abad
tidak
berakhir sia-sia.

Teman....mungkin saat ini kita sedang beruntung.
Hidup
ditengah kemewahan dan kondisi berkecukupan. Mungkin
kita
mendapatkannya dari hasil keringat sendiri tanpa
bantuan
orang tua kita. Namun yang perlu kita sadari, bahwa
orang
tua kita senantiasa berdoa untuk kita, meski itu
hanya di
peraduan

sumber : http://yesuskristus.com/index.php?option=com_content&task=view&id=197&Itemid=44






===================

My blog is now at the click of a variety of countries including Indonesia, the United States, Britain, Germany, France, Russia, Canada, India, Japan, Saudi Arabia, United Arab Emirates, Syria, Egypt, Australia, New Zealand, Malaysia, Brunei Darussalam, hongkong, singapore, and others.

Here's a list of my blogs:

So support me in prayer and funds.
Help us with your little Donation.
Distributes your donation to :

Richard Nata
Bank Central Asia, Tbk, Indonesia
002-157-6394

thank you

Lord Jesus bless you

Amen

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...